Meski masih dalam kategori usia dini, Yussa Nugraha menilai manajemen sepak bola sudah baik. Pasalnya, ia mengikuti kompetisi tingkat usia. “Ada liga untuk setiap kelompok umur juga. Diikuti oleh 12-15 klub. Bermain lebih menyenangkan karena memberikan pengalaman. Selain itu, pelatih juga berusaha melihat posisi yang tepat pada setiap pemain, jelas pemain kelahiran Solo itu.
Semasa menimba ilmu di Negeri Kincir Angin, Yussa berpindah-pindah posisi. Tujuannya, sang pelatih ingin melihat posisi terbaik untuknya. Awalnya, ia mengaku bermain sebagai bek kiri. Dalam perjalanannya, ia pernah bermain sebagai stopper, gelandang, striker, dan penjaga gawang. “Jadi semuanya sudah dicoba. “Sepertinya pelatih ingin mencari bakat terpendam,” lanjutnya.
Setelah berpindah posisi dan berpindah-pindah antara tim yunior Scheven, SC Feyenoord, dan HBS, Yussa menempati posisi striker dan winger. “Saya bermain di tim kelompok umur Feyenoord selama 5 tahun. Berasal dari klub amatir seperti sekolah sepak bola di Den Haag. Karena pada saat pertandingan ada tim pramuka yang mengawasi. Itulah kebaikan Belanda. Setiap perlombaan tingkat umur selalu ada tim pramuka. Agar bakat pemainnya selalu terpantau, jelasnya.
Saat membela SC Feyenoord, Yussa menghadapi Nathan Tjoe A-On sebagai lawan di liga kelompok umur. Sebab, Yussa sudah ditempatkan sebagai penyerang, sedangkan Nathan berposisi sebagai bek. Dia masih ingat momen itu. Dan ternyata kini Nathan telah menjadi WNI melalui proses naturalisasi dan menjadi pilar utama timnas senior Indonesia dan U-23. “Saat saya di Liga, saya bermain melawan Nathan. Dia bermain sebagai bek kiri,” katanya.